Powered By Blogger

Senin, 16 Mei 2011

Shape Memory Alloy

what's shape memory alloy?
 most of you, i think is not familiar with this thing. Shape memory alloy is kind of material what the shape of it can change by itself depend on the temperature. for the content in this material , just wait for next post.
 Sumber : http://www.msm.cam.ac.uk/phase-trans/2002/memory.movies.html

Minggu, 13 Februari 2011

Kesulitan = Kebahagian

Kesulitan adalah jalan menuju kebahagiaan. Jika kita mampu menyelesaikan setiap kesulitan hidup kita maka kita bisa menemukan kebahagiaan, itulah indahnya sebuah kesulitan, begitu jawab saya kepada teman itu.

Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin mengatakan bahwa setiap kali target ditingkatkan maka jalannya menjadi sulit, kendalanya banyak dan dibutuhkan waktu lebih lama, 'kullama zada al mathlub sho`uba masalikuhu wa katsura `aqabatuhu wa thala zamanuhu.' Jadi tingkat kesulitan berhubungan dengan tingkat target. Jika orang ingin sekedar senang dalam hidup, maka ia dapat mencari kesenangan instan, pergi ke tempat hiburan, berfoya-foya dan berpesta pora. Tetapi jika seseorang ingin meraih kebahagiaan, maka ia justeru harus siap menderita menghadapi kesulitan, melupakan kesenangan jangka pendek.

Kita sebagai makhluk yang didesain oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan sempurna, memiliki akal sebagai alat berfikir, hati sebagai alat memahami, nurani sebagai alat interospeksi, syahwat sebagai penggerak tingkah laku dan hawa nafsu sebagai tantangan. Kesemuanya itu dirancang untuk menghadapi medan kehidupan yang sulit. Dengan akal kita bisa memecahkan masalah yang sulit, dengan hati kita bisa menerima kenyataan yang pahit, dengan nurani kita bisa mundur selangkah demi memperbaiki diri, dengan syahwat membuat kita dinamis mencari dan dengan hawa nafsu kita menjadi tertantang untuk mampu mengendalkan diri.

Kita di satu sisi memang menyukai stabilitas dan kenyamanan hidup, tetapi di sisi lain kita juga menyukai kesulitan. Kita tidak selalu lari dari kesulitan, sebaliknya justeru menantang kesulitan. Jika dalam kehidupan sehari-hari hidup selalu stabil dan nyaman tanpa menjumpai kesulitan, maka dibuatlah stimulasi agar orang menaklukkan kesulitan buatan. Mahasiswa berlomba naik tebing buatan (wall climbing), pembalap mobil mencari medan berlumpur, yang berperahu mengikuti arum jeram, setiap agustusan orang ramai-ramai memanjat pohon pinang yang dilumuri olie, yang sudah punya dua kaki justeru berlomba lari dalam karung. Pokoknya banyak sekali kesulitan yang sengaja dibuat untuk ditaklukkan, mengapa? karena kita memang memiliki tabiat tertantang. Kesulitan buatan pada umumnya hanya melahirkan kesenangan, yakni senang menjadi juara, tetapi belum tentu sampai kepada kebahagiaan. Kesusahan biasanya menambahi kesulitan, tetapi tidak semua kesulitan membuat susah.

Adapun kebahagiaan biasanya merupakan buah dari ketabahan menghadapi kesulitan panjang yang bersifat alamiah dalam kehidupan. Itulah maka hakikat kebahagiaan hidup berumah tangga biasanya baru diperoleh setelah kakek nenek, yakni ketika menyaksikan anak cucu sebagai generasi penerusnya hidup sukses dan terhormat.

Kesulitan juga harus dibedakan antara analisa dan perasaan, antara kesulitan teknis dan merasa sulit. Ada hambatan yang menurut analisa teknis masuk kategori sangat sulit dan berat, tetapi ada orang yang memandangnya ringan-ringan saja. Kenapa? karena ia merasa tertantang untuk dapat menaklukkan kesulitan dan ia menyadari bahwa kesulitan itu merupakan proses mencapai kebahagiaan. Ia tidak merasa berat dan sulit ketika menghadapi kesulitan karena ia selalu membayangkan buah kebahagiaan yang akan dipetiknya, seperti seorang petani yang belepotan lumpur di sawah, ia tidak merasa risih dengan lumpur karena ia membayangkan panennya nanti. Sedangkan merasa sulit merupakan respon psikologis terhadap problem dan perasaan itu berhu bungan dengan tingkat kapasitas kejiwaan yang bersangkutan.

SUMBER :
Kaskus by Agusyaffii

Time Management

Suatu hari, seorang ahli 'Management Waktu' berbicara di depan
sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan
dengan mudah dilupakan oleh para siswanya.

Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata: "Baiklah, sekarang
waktunya kuis "Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran galon yg
bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja. Lalu ia juga
mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan
meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu kedalam toples. Ketika batu
itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg
muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya:

" Apakah toples ini sudah penuh?" Semua siswanya serentak menjawab, "Sudah!"

Kemudian dia berkata, " Benarkah?" Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil.

Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit
mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat
diantara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya kepada siswanya
sekali lagi:

" Apakah toples ini sudah penuh?" Kali ini para siswanya hanya tertegun,
"Mungkin belum!", salah satu dari siswanya menjawab. " Bagus!" jawabnya.

Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia
mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah
langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan
bebatuan.

Sekali lagi dia bertanya, "Apakah toples ini sudah penuh?" "Belum!" serentak para siswanya menjawab

Sekali lagi dia berkata, "Bagus!"

Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam
toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si
Ahli Manajemen Waktu ini memandang kpd para siswanya dan bertanya:

"Apakah maksud dari ilustrasi ini?"

Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun
penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan
jadwal lain kedalamnya!"

"Mungkin Benar! tapi tidak sepenuhnya benar", jawab si ahli, "Bukan itu
maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa :

JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU
MASUKKAN MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT
MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM TOPLES TERSEBUT.

"Apakah BATU-BATU BESAR dalam hidupmu?

Mungkin anak-anakmu, suami/istrimu, orang-orang yg kamu sayangi,
persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu, Ibadahmu pada Tuhanmu..................

Hal-hal yg kamu anggap PALING BERHARGA dalam hidupmu!

Ingatlah untuk selalu meletakkan BATU-BATU BESAR tersebut sebagai yg
PERTAMA, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk
memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam
prioritas waktumu, maka..........
Kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil.
Kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu"........


Kamis, 07 Oktober 2010

Annealing

In metallurgy and material sciences, annealing is a heat treatment wherein a material is altered, causing changes in its properties such strength and hardness. It is a process that produces conditions by heating to above the recrystallization temperature and maintaining a suitable temperature, and then cooling. Annealing is used to induce ductility, soften material, relieve internal stresses, refine the structure by making it homogeneous, and improve cold working properties.
In the cases of copper, steel, silver and brass this process is performed by substantially heating the material (generally until glowing) for a while and allowing it to cool. Unlike ferrous metals—which must be cooled slowly to anneal—copper, silver  and brass can be cooled slowly in air or quickly by quenching in water. In this fashion the metal is softened and prepared for further work such as shaping, stamping, or forming.

Minggu, 05 September 2010

TTT diagram


Describe what transformation happen in red line, green line, blue line and yellow line!

Solution.
a. (Red) The specimen is cooled rapidly to 433 K and left for 20 minutes. The cooling rate is too rapid for pearlite to form at higher temperatures; therefore, the steel remains in the austenitic phase until the Ms temperature is passed, where martensite begins to form. Since 433 K is the temperature at which half of the austenite transforms to martensite, the directquench converts 50% of the structure to martensite. Holding at 433 K forms only a small quantity of additional martensite, so the structure can be assumed to be half martensite and half retained austenite.
 
b. (Green) The specimen is held at 523 K for 100 seconds, which is not long enough to form bainite. Therefore, the second quench from 523 K to room temperature develops a martensitic structure.

c. (Blue) An isothermal hold at 573 K for 500 seconds produces a half-bainite and half-austenite structure. Cooling quickly would result in a final structure of martensite and bainite.

d. (Orange) Austenite converts completely to fine pearlite after eight seconds at 873 K. This phase is stable and will not be changed on holding for 100,000 seconds at 873 K. The final structure, when cooled, is fine pearlite.

source : http://www.sv.vt.edu/classes/MSE2094_NoteBook/96ClassProj/examples/kimttt.html